
Jakarta — Menteri Agama Republik Indonesia, Nasaruddin Umar, menegaskan bahwa Indonesia merupakan bangsa dengan peradaban yang telah matang dan berakar kuat dalam sejarah panjang umat manusia. Penegasan tersebut disampaikan Menag saat menyampaikan pidato kebudayaan bertajuk “Towards a Living Future Umma” pada kegiatan Reflection 2025 Projection 2026 (Repro) Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BMBPSDM) Kementerian Agama RI di Hotel Millenium Jakarta, Senin (23/12).
Dalam pidatonya, Menag menolak anggapan bahwa budaya Indonesia adalah budaya yang baru tumbuh. Sebaliknya, ia menilai kebudayaan Nusantara merupakan hasil peradaban tua yang telah teruji oleh sejarah. Indonesia, menurutnya, layak disebut sebagai “ummul bilad” atau induk peradaban bangsa-bangsa, sebagaimana dibuktikan oleh berbagai temuan arkeologis, termasuk Situs Gunung Padang.
Menag juga menyoroti identitas Indonesia sebagai bangsa maritim yang sejak dahulu telah berinteraksi dengan peradaban dunia. Ia mencontohkan ekspor barus dari Nusantara ke Mesir yang digunakan dalam proses pengawetan mumi keluarga Firaun sebagai bukti kuat keterhubungan global peradaban Indonesia di masa lampau.
Selain itu, Menag menjelaskan bahwa karakter keberagamaan masyarakat Indonesia dibentuk oleh dua entitas budaya utama, yakni budaya kekerabatan dan budaya kewilayahan. Keduanya membentuk geo-emosional masyarakat yang khas dan berpengaruh terhadap pola keberagamaan yang moderat dan inklusif.
“Kondisi ini harus disadari oleh umat beragama agar mampu menjaga kerukunan dan hidup harmonis di tengah kebinekaan,” ujar Menag di hadapan para pejabat Kementerian Agama, pimpinan PTKIN, dan tamu undangan.
Sementara itu, Kepala BMBPSDM Kemenag RI, Muhammad Ali Ramdhani, menjelaskan bahwa tema Repro tahun ini, “Towards a Loving Future Umma”, menjadi pijakan strategis dalam memperkuat moderasi beragama menuju masa depan umat yang penuh kasih, damai, dan berkeadaban. Ia menambahkan bahwa Repro juga menjadi ruang refleksi atas berbagai indeks strategis, seperti indeks kerukunan umat beragama, kesalehan umat, layanan keagamaan, serta literasi kitab suci.

Menanggapi pidato Menteri Agama tersebut, Ketua STAIN Mandailing Natal sekaligus Sekretaris Forum Rektor PTKN Indonesia, Prof. Dr. H. Sumper Mulia Harahap, M.Ag., menilai bahwa gagasan Menag merupakan penguatan paradigma penting bagi pengembangan moderasi beragama di Indonesia.
“Pidato kebudayaan Menteri Agama menegaskan bahwa moderasi beragama di Indonesia tidak lahir dari ruang hampa, melainkan tumbuh dari akar peradaban dan budaya Nusantara yang telah lama menjunjung nilai harmoni, kearifan, dan kemanusiaan,” ungkap Prof. Sumper.
Ia menambahkan bahwa PTKIN memiliki peran strategis dalam menerjemahkan gagasan besar tersebut ke dalam pendidikan, riset, dan pengabdian kepada masyarakat. Menurutnya, perguruan tinggi keagamaan harus menjadi pusat penguatan nilai-nilai kebudayaan dan keberagamaan yang ramah, inklusif, serta berorientasi pada masa depan umat.
“Kita perlu memastikan bahwa kampus-kampus PTKIN menjadi laboratorium peradaban yang melahirkan generasi beragama yang berilmu, berbudaya, dan berakhlak,” tegasnya.
Kegiatan Repro BMBPSDM ini turut dihadiri sejumlah pejabat Kementerian Agama, pimpinan PTKIN se-Indonesia, serta para pemangku kepentingan lainnya. Pada kesempatan tersebut juga disampaikan bahwa indeks kerukunan umat beragama nasional dalam rentang 2020–2025 menunjukkan tren peningkatan signifikan, dengan capaian tahun 2025 berada di atas angka 80, tertinggi sepanjang sejarah pengukuran indeks kerukunan umat beragama di Indonesia.
Ayoo Semangat STAIN menuju IAIN (Tim Humas)